Kamis, 15 Februari 2018

Cerita Pendek; Perjalanan Mencari Mesjid Sejauh 200 Kilometer











Kira-kira bagunan apakah ini?


Menuliskan berbagai hal adalah sebuah perjalanan yang cukup panjang. Saat bermukim di daerah Kanada saya berniat untuk menuliskan berbagai pengalaman dan sudut pandangku tentang negara ini di blog pribadi. Hal ini dedikasikan untuk menambah pengetahuan para pembaca tentang negara yang kalau musim semi dan musim panasnya mirip dengan Indonesia.



Daun hijau di ujung musim semi menuju musim panas di salah satu hutan Kanada

Akan tetapi hal yang sangat berbeda yang saya temukan adalah sangat susah menemukan yang namanya mesjid. Apalagi saya tinggal di sebuah daerah kecil atau mungkin bisa disebut dengan kampung yang bernama Mackenzie yang merupakan kawasan pemukiman kecil di salah satu ujung utara Pegunungan Rocky. Berpenduduk kurang lebih tak sampai di angka lima ribu tentu saja kampung ini masih nyaman dan tidaklah terlalu ramai.

Sayangnya untuk beribadah ke mesjid harus berkendaraan sejauh hampir 200 km ke kota besar bernama Prince George. Pernah suatu kali saya pergi untuk melihat dan ingin shalat di mesjid kota tersebut. Gayung bersambut akhirnya saya dapat tumpangan mobil teman saya Janet O’Neil seorang pelatih figure scatting yang satu klub dengan saya di klub badminton dan Tai Chi. Janet yang juga akan ke Prince George menemui anaknya dank e dokter mata memberi saya tumpangan berangkat cukup pagi. Selain ingin ke mesjid saat itu saya harus mengurus suatu keperluan ke kota Prince George sedangkan kakak ipar dan kakak perempuan saya tidak bisa mengantarkan saya sekalian nanti saya ingin ke mesjid tersebut. Semoga ada bahan cerita lain lagi yang bisa saya dalami untuk saya tulis nantinya.

Akhirnya naiklah mobil truck besar yang dikemudikan oleh seorang wanita setengah baya. Jangan salah di Kanada pengemudi mobil berbadan bongsor di Kanada tidak memandang jenis kelamin. Bisa saja yang keluar dari mobil itu adalah nenek-nenek mungil dengan hewan peliharaannya yang hampir sama besar dengan badannya.

Kembali ke topik perjalanan ke mesjid yang diantarkan oleh Janet. Saat di jalan kami bercerita banyak hal tentang Kanada, Indonesia, dan juga agama. Janet adalah orang yang cukup ramah dan punya pengalaman panjang sebagai seorang Canadian. Maka muncullah berbagai topik pembicaraan yang cukup saya nikmati. Entahlah walaupun saya tidak pernah resmi menjadi wartawan sebuah surat kabar harian bagi saya bertanya banyak hal adalah sebuah kegiatan yang mengasyikkan. Di luar angin musim panas membuat utara KAnada tidak terlalu dingin.

Pertama kami berbicara tentang bagaimana tingkat pengganguran di Kanada. Dari sudut pandang Janet ia menjelaskan kalau dimana-mana sama saja kalau malas takkan pernah bisa mendapatkan pekerjaan. Akan tetapi khususnya di Kanada diskriminasi terhadap seseorang yang berbau SARA dalam perekrutan sebuah posisi tenaga kerja adalah sebuah pelanggaran hukum. Bahkan anaknya yang kebetulan diberi nama bernafaskan nama India pernah menyampaikan kegusarannya ‘awas saja kalau employer saya menolak saya karena nama saya’. Kemudian ternyata setelah penulis telusuri di Kanada tidak boleh mencantumkan jenis kelamin bagi pekerjaan yang tidak menuntut sex tertentu. Lucu juga ya, balas saya, karena di Indonesia banyak sekali diskriminasi dan asosiasi sebuah profesi berdasarkan jenis kelamin. Kalau di Kanada lowongan supir bus sekolah boleh dilamar oleh para pelamar wanita ataupun pria. Hal ini tidak termasuk untuk beberapa profesi yang secara kode etik haruslah dari jenis kelamin yang sudah ditentukan seperti bidan yang haruslah wanita.

Mobil kami terus berjalan baru setelah jalan menuju Prince George. Sampailah kami pada topik tentang Hillary dan Trump. Janet menanyakan kepada saya mengenai pendapat saya tentang calon presiden negara adidaya itu. Kebetulan pada saat itu memang sedang saat-saat heboh dengan pemilu di egeri Paman Sam. Pendapat saya memang agak lucu yaitu ‘mungkin sudah waktunya negara tersebut diurus oleh orang yang salah karena roda akan bergulir’. Akan tetapi bagi Janet ia merasakan kekhawatiran yang tidak saya rasakan. Karena Hillary bukanlah calon yang sudah tepat untuk menjadi presiden sedangkan jika ia dikalahkan oleh Trump maka trump adalah sosok mengerikan yang akan mengobrak-abrik banyak hal. Ya, sekarang ada benarnya juga ketika Trump menang kebijakan politiknya lebih banyak memancing pertentangan daripada ketengan di negara itu.

Tak terasa setelah melewati berbagai danau dan hutan dan jalan lurus sampailah kami di kota Prince George. Saya harus ke sebuah kampus untuk mengurus beberapa hal dan Janet pergi makan siang dengan anak perempuannya yang tinggal di Prince George sambal pergi ke dokter mata. Saat hendak turun mobil dia mengatakan bahwa saya akan dijemput lagi saat ‘noon’. Saya kira noon itu malam eh ternyata artinya noon itu tengah hari makanya siang hari itu disebut dengan after noon. Sebelumnya saya juga meminta Janet setelah menjemput saya nanti mungkin bisa mengantarkan saya pergi beribadah ke mesjid di muslim center Prince George. Karena hampir 4 bulan saya tak pernah menginjakkan kaki ke mesjid saat itu.

Dan  ternyata benar setelah menuntaskan keperluan masing-masing kami berkendara membelah kota yang pernah jadi kota paling taka man seantero Kanada ini. Setelah mengikuti alamat yang saya catat sebelumnya sampailah di sebuah bangunan yang cukup unik. Saya berpikir jika meninggal di Kanada apakah saya akan dikuburkan di samping bangunan yang punya kubah kecil satu ini? Ketika parkir saya pamit ke Janet untuk pergi beribadah kira-kira 15-30 menit. Akan tetapi saat hendak masuk ke dalam mesjid mungil itu ternyata mesjid dikunci. Dan ada tulisan kalau mesjid hanya dibuka saat awal waktu shalat saja. Dan saya baru sadar kalau sudah telat 1 jam dari waktu dzuhur. Jadilah pencarian mesjid kali itu berakhir hanya sampai di depan pintu mesjid. Ya, tidak apalah mungkin selama tinggal di negara ini saya memang harus ditakdirkan shalat di apartment keluarga saya saja. Ya sudahlah memang belum rezeki. Akhirnya perjalanan itu di tutup dengan berkunjung ke patung Mr PG, maskotnya kota Prince George, dan berbelanja di departemen store.
Ini adalah mesjid yang dikunci


Akan tetapi saat pulang terjadilah dialog antar dua pemeluk agama yang berbeda yang mungkin bisa saya tuliskan di blog saya tercinta ini. Janet bertanya apakah arti ibadah terhadap dirimu? Lalu saya jawab kalau bagi saya ibadah adalah sebuah titik untuk menarik diri ke jalan yang saya percayai adalah yang paling benar. Dan dari titik itu saya harusnya menjadi orang yang lebih baik. Sedangkan Janet beropini kalau hari ini banyak orang di agamanya yang hanya pergi ke tempat beribadah dan agamanya pun tinggal di tempat ibadah. Saat selesai keluar dari tempat ibadah tersebut mereka tak berubah malah tambah brengsek. Saat saya renungi lagi hingga tulisan ini saya tulis betul juga pendapat kalau dimana-mana manusia tetaplah manusia. Manusia ada yang baik, berusaha lebih baik dan ada juga yang jahat dan tetaplah bergerak ke arah yang lebih buruk.

Walaupun tak mendapatkan apa yang saya tuju tapi memberi saya pengalaman dan sudut pandang lain dari orang yang tumbuh dengan lingkungan, negara, ideologi, dan kepercayaan yang berbeda dengan saya. Saat pulang ada kejadian unik saat kami mengisi bensin di sebuah gas station saya yang setengah mengantuk tak sadar kalau Janet sedang mengisi bensin mobil truck-nya akan tetapi kami berdua tak sadar kalau mobil itu dalam keadaan hidup. Saat Janet balik ke bangku kemudi dia ngucap berkali-kkali kalau dia lupa mematikan mesin mobil. Sayapun yang setengah payah menahan kantukpun baru sadar kalau bisa saja saya akan mati terpanggang di dalam mobil jika saja mobil tersebut meledak karena mesinnya tak dimatikan saat mengisi bensin.

Alhamdulillah akhirnya sampai kembali ke apartemen keluarga saya dengan selamat dengan cerita dan pandangan baru lagi. Waktunya kembali menulis (walaupun dituliskan dalam cerita pendek beberapa tahun kemudian).
Tulisan ini saya tulis untuk ikut mewarnai Blog Competition oleh Forum Lingkar Pena yang akan berulang tahun ke-21.




Bandung (Tulisan ke-2)
15 Februari 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar